Minggu, 30 April 2017

Pokok-Pokok Hukum Perdata - SISTEM HUKUM INDONESIA

Pokok-Pokok Hukum Perdata

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Di seluruh penjuru dunia orang harus biasa memahami sejumlah besar peraturan-peraturan. Dari peraturan-peraturan tersebut sebagian besar sama sekali tidak ada hubungannya dengan yang namanya Hukum. Hanya sedikit sajalah yang ada sangkut pautnya dengan Hukum. Kita ambil contoh Misalnya mengenai kebanyakan aturan-aturan tata krama dan juga mengenai berbagai kewajiban-kewajiban kepatuhan. Hal-hal itu dapat saja dilanggar tanpa mendapat hukuman. Perlulah kiranya yang dikemukakan.
Yang dimaksud Hukum perdata adalah aturan-aturan atau nama-nama, yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat anatara kepentingan yang satu dengan yang lain didalam suatu masyarakat tertentu, terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas hukum ini biasa disebut Hukum perdata disebut juga Hukum sipil atau Hukum private.

B. Batasan Masalah
a. Pengertian Hukum Perdata
b. Sejarah KUHPerdata
c. Tentang Perorangan Subjek Umum
d. Tentang Kebendaan Kedudukan Kekuasaan serta Hak Milik
e. Tentang Perikatan Munculnya dan Berakhirnya
f. Tentang Pembuktian dan Kadaluarsa / Harta Waris








BAB II
PEMBAHASAN

·Pengertian Hukum Perdata
Untuk mempermudah pemahaman tentang hukum perdata, maka penulis akan memberikan defenisi tentang Hukum Perdata yang dipinjam dari penjelasan sarjana hukum. Adapun definisi Hukum Perdata tersebut adalah sebagai berikut,

“aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun oergaulan keluarga.” (Yulieus Tiena Masriani, S.H., M.Hum : Pengantar Hukum Indonesia)

Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu Hukum Perdata Materiil dan Hukum Perdata Formil.
1.      Hukum Perdata Materiil mengatur kepeningan-kepentingan perdata setiap subyek hukum.
2.      Hukum Perdata Formil mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Hukum perdata formil mempertahankan hukum perdata materiil apabila ada yang melanggarnya.

·         Sejarah Kuh Perdata (BW)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda.
Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum perdata Prancis (Code Nopoleon). Coe Nopoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum privat yang berlaku di Prancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan  hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama: Code Civil dan Code De Commerce.


Pada waktu Prancis menguasai Belanda, kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Prancis pada tahun 1915, kedua kodifikasi masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah mereka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (asas konkordasi).
Kemudian pada tahun 1838 dengan berdasarkan asas yang terdapat dalam Code Civil dan Code De Commerse, pemerintah Belanda dapat menciptakan dua kodifikasi yang bersifat nasiona, yang diberi nama:
1.      Burgerlijk wetboek yang dingkat dengan BW.
2.      Wetboek van koophandel disingkat dengan WvK.

Untuk kodifikasi KUH Perdata di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten Van Oud Haarlem. kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian  antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda.

Disamping telah membentuk panitia, pemerintah belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann tidak berhasil, sehingga pada tahun 1836  ditarik kembali ke negeri Belanda, kedudukannya Sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr. C.J. Scholten Van Oud Haarlem.

Pada tanggal 31 Oktober 1837, Mr. C.J. Scholten Van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum barhasil. Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. Scholten Van Oud Haarlem lagi, tetapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. A.J. van Nes.





Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia maka KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23, dan mulai berlaku pada Januari 1948.

·         Sistematika Hukum Perdata Menurut Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Indonesia terdiri atas empat buku sbb :
1.      Buku I, yang berjudul “prihal orang” (van persoonen), memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
2.      Buku II, yang berjudul “perihal benda” (van zaken), memuat hukum benda dan hukum waris.
3.     Buku III, yang berjudul “perihal perikatan” (van verbintennisen), memuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4.     Buku IV, yang berjudul “perihal pembuktian dan daluwarsa” (van bewijs en verjaring), memuat tentang perihal alat pembuktian dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum.












A      TENTANG PERORANGAN (persoonenrecht)
1.     Subjek Hukum
Subjek hukum ialah suatu pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas sesuatu tertentu. Pada dasarnya subjek hukum dapat dibedakan atas :
1.      Orang
2.      Badan hukum Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang dapat diperoleh manusia memerluaka “ pengorbanan “ dahulu sebelumnya.

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum atau segala pendukung hak dan kewajiban menurut hukum Setiap manusia, baik warga negara maupun prang asing adalah subjek hukum.
Jadi dapata dikatakan bahwa setiap manusia di dunia ini adalah subjek hukum, manusia mempunyai hak dan kewajiban, sejak dilahirkan sampai meninggal dunia manusia itu tanpa terkecuali adalah subjek hukum, akan tetapi tetappi dalam hukum tidak semua orangdiperbolehkan bertindak sendiri dalammelaksanakan hak-haknya itu dan mereka di golongkan sebagai orang yang “ tidak cakap “ atau tidak bisa bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan –perbuatan hukum, sehingga mereka harus diwakili dan dibantu oleh orang yang lebih mengerti dibidang hukum.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:
a.      Orang yang belum dewasa.
b.      Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros.
c.       Orang ber’gender perempuan dalam pernikahan (wanita kawin/menikah).
Selain manusia sebagai subjek hukum, di dalam hukum terdapat pula badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti layaknya seorang manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu-lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat juga menggugat di muka hakim.
Badan hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.      Badan hukum publik, seperti negara, propinsi, dan kabupaten.
2.      Badan hukum perdata, seperti perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi.


                        Badan hukum yang berstatus sebagai pembawa hak dan kewajiban (sebagai subyek hukum), misalnya negara, provinsi, kabupaten, perseroan terbatas, yayasan, wakaf, gereja, dan sebagainya.

                        Suatu prkumpulan juga dapat dijadikan badan hukum asal saja memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum, yaitu

a)      Didirikan dengan Akta Notaris;
b)      Didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat,
c)      Anggaran dasarnya disahkan oleh Menteri Kehakiman, dan
d)     Diumumkan dalam Berita Negara.


  2. KUHP Perkawinan

KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan. Perkawinan dalam hukum perdata adalah perkawinan perdata, maksudnya adalah perkawinan merupakan pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk waktuyang lama, uandang – undang memandang perkawinan hanya berhubungannya keberdataannya, pasal 26 bw.

Jadi perkawinan menurut Hukum perdata yang dimahsud diatas adalah yang sangat pentingdalam perkawinan ialah keberdataannya (bukti yang sah)
Sebaliknya, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bukan hanya ikatan lahiriah saja, tapi juga ada ikatan batiniah, dimana ikatan ini didasarkan pada kepercayaan calon suami isteri.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Jadi menurut pasal 1 undang – undang nomor 1 tahun 1974 bahwa perkawinan itu adalah ikatan dalam lahir dan batin antara suami istri yang bisa di sebut cinta kasih untuk membentuk keluarga yang bahagia menurut Tuhan yang Maha Esa.



B. TENTANG KEBENDAAN  (vermogensrecht)
1.    Kedudukan Berkuasa serta hak – hak yang di timbulkan karenannya
Hukum Kebendaan (harta kekayaan) adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang.
Hak dan kewajiban itu timul karena adanya hubangan antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya, hubungan antara sesama subyek hukum tersebut berkaitan dengan benda sebagai obyek hukumnya dan benda tersebut dapat dapat dinilai dengan uang. Hubungan yang dilakukan antara sesama subyek hukum tersebut adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

    1. Harta Bersama

Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan (harta pencarian ). Harta bersama dikuasai oleh suami dan istri .

UU.No.1/1974 :
Pasal 35 ayat 1, menyatakan ; ”Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama” .
Terhadap harta bersama suami atau istri mempuyai hak dan kewajiban yang sama.
Kewenangan penyelesaian harta bersama :
Menurut ketentuan pasal 37 UUP (UU.No.1/1947 ), ”apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing”. Yang dimaksud ” hukumnya ” masing-masing adalah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya .

Pasal 49 ayat 1 ( UU.No.7/1974 ),menyatakan ; ”peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang...penyelesaian harta bersama...” .

Dengan demikian, apabila terjadi perceraian, harta bersama dibagi berdasarkan hukum yang telah berlaku sebelumnya bagi suami istri yaitu hukum agama, hukum adat, hukum BW, dan lain sebagainya. Ketentuan semacam ini kemungkinan akan mengaburkan arti penguasaan harta bersama, yang diperoleh bersama dalam perkawinan. Karena ada kecenderungan pembagiannya yang tidak sama, yang mengecilkan hak istri atas harta bersama .
2. Harta Bawaan
Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing pemiliknya, yaitu suami atau istri.
pasal 36 ayat 2 UUP ( UU.No.1/1974 ), menyatakan ;“Mengenai harta bawaan masing-masing, suami atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya” .
Maksud dari pasal tersebut bahwa menjelaskan tentang hak suami atau istri untuk membelanjakan harta bawaan masing-masing.

Tetapi, apabila pihak suami dan istri menentukan lain, misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta bawaan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian itu. Demikian juga apabila terjadi perceraian, harta bawaan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan .

3. Harta Perolehan
Harta Perolehan adalah harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Pada dasarnya penguasaannya sama seperti harta bawaan. Masing-masing suami atau istri berhak sepenuhnya untuk perbuatan hukum mengenai harta benda perolehannya .
Apabila pihak suami dan istri menentukan lain misalnya dengan perjanjian perkawinan, maka penguasaan harta perolehan dilakukan sesuai dengan isi perjanjian. Demikian juga terjadi perceraian, harta perolehan dikuasai dan dibawa oleh masing-masing pemiliknya. Kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan .

529. Yang dinamakan kedudukan berkuasa ialah, kedudukan seorang yang menguasai suatu kebendaan, baik dengan diri sendiri, maupun dengan perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan itu.

Jadi yang dimahsud kekuasaan diatas adalah seseorang yang menguasai suatu benda dan benda itu adalah bendanya sendiri, entah dengan perantaraan orang lain atau tidak, itu adalah hak orang yang menguasai benda tersebut.
533. itikad baik selamanya harus ada pada tiap-tiap pemegang kedudukan; barang siapa menuduh itikad buruk kepadanya, harus membuktikan tuduhan itu.

Jadi setiap orang yang harus mempunyai itikad baik karena setiap individu pasti mempunyai sesuatu atau benda yang dikuasai, setiap orang boleh menuduh orang lain asalkan tuduhan tersebut terdapat bukti yang sangat riil dan dapat di pertngung jawabkan.
538. kedudukan berkuasa atas sesuatu kebendaan yang diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik kebendaan itu dalam kekuasaannya,dengan mahsud untuk mempertahankan diri sendiri.
539. orang yang gila, dengan diri sendiri pun, tak dapatlah ia memperoleh kedudukandemikian.
Setiap anak belum dewasa, sepertipun tiap-tiap perempuan bersuami, dapat memperolehnya dengan cara melakukan perbuatan tersebut diatas .
540. kedudukan demikian dapat diperoleh, baik dengan diri sendiri, baikdengan perantaraan orang lain, yang melakukan perbuatan tersebut diatas.

Jadi setiap orang mulai dari anak yang belum yang dewasa dan perempuan yang sudah bersuami dapat memperoleh kedudukan sebagaimana mestinya, yang tidak bisa memperoleh kedudukan yang semestinya adalah orang yang atidak bisa berfikir semestinya atau orang gila yang tidak akan bisa mempunyai kedudukan.
559. tujuan tuntutan itu ialah supaya gangguan dihentikan dan si penuntut dipertahankan dalam kedudukannya dengan penggantian biaya, rugi dan bunga.
560dengan tak mengurangi apa yang telah diatur tentang hasil-hasil, suatu kedudukan berkuasa harus dianggap selalu ada apa seorang yang sekiranya ia tak pernah kehilangan haknya atas kedudukan itu, kemudian oleh hakim dipertahankan kedudukannya.
561. apabila terjadi dalam suatu perkara, kedua belah pihak saling menuntut supaya dipertahankan dalam kedudukannya berkuasa mereka masing – masing, dan hakim berpendapat, kedudukan itu tidak terbukti dengan sah, maka, dengan tidak member keputusan tentang hak kedudukan, hakim berkuasa memerintahkan, baik supaya kebendaan yang diperkarakan ditaruh dalam penyimpanan hakim, maupun supaya kedua belah pihak berperkara tentang pemilikan benda itu, maupun pula supaya salah satu dari kedua belah pihak diakui sementara sebagai yang berkedudukan.

Jadi tujuan dari sebuah tuntutan itu ialah agar di hentikannya suatu perkara kebendaan atau apapun, dan seorang yang menuntut yang dirugikan akan diganti apa yang telah merugikan dirinya dengan penggantian biaya, dengan cara seperti itu maka antara kedua belah belah pihak akan saling menerima dengan lapang dada.
Apabila terjadi kasus, kedua belah pihak saling menuntut agar bisa mendapatkan suatu kebendaan atau apapun dantidak ada yang mau mengalah dalam penuntutan tersebut, maka disinilah tugas seorang hakim untuk mengatur kedua belah pihak agar tidak ada yang salaing dirugikan dan pendapat hakim tidak bisa bisa di bantah, hakim memutuskan, baik agar suatu kebendaan trsebut ditaruh dalam penyimpanan hakim agar kedua belah pihak bisa mengakui sementara kedudukan tersebut sebagai pemiliknya, gara dalam waktu tempo yang lama kedua belah pihak ada yang mengakui sejujurnya atas kebendaan tersebut.

2.     Hak Milik ( eigendom )

570. hak milik adalah hak untuk menikmati keguaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap  kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalah dengan undang-undang atauperatuan umum yang di terapakan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu denga tidak mengurangi kemungkinan akan kecabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi.

572. tiap-tiap hak milik harus dianggap bebas adanya.
Barang siapa membeberkan mempunyai hak atas kebendaan milik orang lain, harus membuktikan hak itu. Jadi misalkan ada seorang yang mengumumkan bahwa bend atersebut adalah miliknya, harus disertai bukti-bukti yang tertulis tentang benda yang diakuinya, tanpa bukti-bukti tersebut berate benda tersebut di anggap bukan miliknya.
C.    TENTANG PERIKATAN (familierecht)
1.    Istilah Perikatan
1233. tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang.
1234. tiap-tiap perikatan adalah untuk memberian sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
1235. dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termasuk kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saatnya menyerahan.
            Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap perjanjian-perjanjian tertentu, baik yang akibat-akibatnya mengenai hal yang ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan.
1236. si berutang adalah wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, apabila ia telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya.
            Jadi setiap perikatan atau perjanjian muncul itu pasti ada suatu tujuan, tidak mungkin perikatan/perjanjian muncul tidak ada tujuannya, baik karena undang-undang. Setiap perikatan/perjanjian adalah untuk memberikan sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimahsudmemberikan sesuatu adalah mewajibkan seorang yang mempunyai hutang untuk mengembalikan hak orang lain yang dipinjam dalam waktu tertentu, kalo misalkan barang yang dibawa maka barang itu harus dirwat oleh si peminjam dengan sebaik-baiknya tanpa ada cacat sekalipun sampai pada saatnya untuk menyerahkan barang tersebut.
Misalkan orang yang meminjam barang tersebut tidak bisa merawat barnag yang dipinjam tersebut, maka si peminjam barang tersebut mempunyai kewajiban untuk menganti dengan uang atau apapun yang bisa tidak merugikan orang yang dipinjami barang tersebut (si berpiutang berhak menuntut apabila merasa dirugikan atas barangnya).




2.     Timbulnya Perikatan
1234. tiap-tiap perikatan adalah untuk memberian sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
1253. suatu perikatan adalah bersyarat manakal ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih belum tentu akan datang dan yang msih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatanmenurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Jadi timbulnya perikatan adalah antara orang satu dengan orang yang lain saling membutuhkan dan untuk tidak berbuat sesuatu yang menyangkut kedua belah pihak, organisasi, masyarakat banyak dan antara Negara dengan Negara lain selama waktu yang ditentukan .
3.     Berakhirnya Perikatan
1269. apa yang harus dibayar pada suatu waktu yang ditentukan tidak dapat ditagih sebekumwaktu itu datang; tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu datang,tak dapat diminta kembali.

            Jadi suatu perikatan dapat dikatakan berakhir atau selesai tidak ada perikatan pada kedua belah pihak atau kepada orang banyak, maka yang berhutang bisa membayar pada waktu yang ditentukan dan tidak boleh melewati waktu yang telah ditentukan secara tegas.



D.         TENTANG PEMBUKTIAN DAN KADARLUWARSA / Hukum Waris  (erfrecht)
1.    Macam – macam alat bukti
1865. setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
1866. alat-alat bukti terdiri atas :

·         Bukti tulis;
·         Bukti dengan saksi – saksi;
·         Persangkaan –persangkaan;
·         Pengakuan;
·         Sumpah;

1867. pembuktian dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan
1868. suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yangditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh, atau di hadapan pegawai-pegawai yang berkuasa untuk itu tempat dimana akta di buatnya.

Jadi setiap orang yang mengakui sesuatu barang atau apapun, maka seorang  itu harus membuktikan bahwa abarang atau apapun yang diakuinya, dengan cara menunjukkan alat bukti yang nyata yang terdiri sebagai berikut :
1.   Bukti tulis
Bukti tulis ialah suatu akta yang dibuatnya dihadapan orang banyak, yang bertanda tanganyang bersangkutan.
2.   Bukti dengan saksi-saksi
3.   Persangkaan-persangkaan
Persangkaan sebagai alat pembuktian di dalam hukum acara perdata adalah alat bukti yang menempati urutan ke-3 (ketiga) dari ke-5 (kelima) alat bukti yang ada dalam hukum acara perdata.

2. Kadarluwarsa umumnya
1946. kadarluarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk membebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syara-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
1947. tak berkenankanlah seorang melepaskan daluwarsa, sebelum tiba waktunya, namun bolehlah ia melepaskan suatu daluarsa yang sudah diperolehnya.
1948. ada pelepasan daluarsa yang dilakukan dengan tegas, dan ada pelepasan daluwarsa yang terjadi secara diam-diam.
Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seorang tidakhendak menggunakan sesuatu hak yang telah diperolehnya.
            jadi kadarluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh atau memperoleh kebebasan atas hukuman atau perikatan, dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang. Kadarluwarsa tidak dapat dilepaskan oleh yang seorang ssebelum tiba masa waktunya untuk melepaskan kadarluwarsa tersebut.








Ada dua macam cara untuk mengatur berpindahnya harta kekayaan seseorang yang telah meninggal (pewarisan), yaitu sebagai berikut.

a)            Pewaris menurut undang-undang ialah pembagian warisan kepada ahli waris (orang-orang yang mempunyai hubungan darah terdekat dengan pewaris). Pada pewarisan menurut undang-undang ada pengisian tempat (plaatsvervulling), artinya jika ahli waris yang berhak menerima warisan itu telah meninggal sebelum pembagian warisan, hak warisnya dapat digantikan oleh anaknya, apabila pewaris meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan, suami, istri, dan saudara-saudara, harta warisan itu dipecah menjadi dua. Setengan bagian untuk keluarga bapak dengan garis lurus ke atas dan yang setengah bagian lainnya diberikan kepada keluarga ibu menurut garis lurus ke atas pula (terjadi kloving).

b)      Pewarisan berdasarkan wasiat, yaitu pembagian warisan kepada orang-orang yang berhak menerima warisan menurut kehendak terakhir si pewaris (wasiat pewaris). Wasiat itu harus dinyatakan dalam bentuk Akta Notaris (warisan testamenter). Pemberi warisan disebut erflater, sedangkan penerima warisan atas dasar wasiat disebut legataris.
Berdasarkan penetapan garis kekeluargaan  ahli waris dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu

Golongan I   : meliputi suami/istri yang hidup terlama dan keturunan dari pewaris dalam garis lurus ke bawah.
Golongan II  : meliputi orang tua, saudara-saudara sekandung dan keturunan dari pewaris.
Golongan III : adalah leluhur pewaris baik dari pihak suami/istri.
Golongan IV : adalah kelurga sedarah sampai derajat keenam.
DAFTAR PUSTAKA

Kitab undang – undang hukum perdata, burgerlijk wetbork, Prof. R. Subekti, S.H. R. Tjitrosudibio


Load disqus comments

0 komentar